Sastra
Kota Kata-Puisi-puisi Harsandi Putra
Kota Kata
Pada sebuah Kota kata
Bangunan-bangunan perlawanan menjulang tinggi
Meruncing menunjuk langit, menantang dengan segala keberanian
Rupa-rupa puisi berdesakan di lorong-lorong
Kemanusiaan bergerak bebas memenuhi jantung orang-orang
Cinta adalah lampu-lampu jalanan yang menawarkan banyak tempat bagi kedamaian dan ketenangan
Sedang asyik membaca jokpin di beranda istana
Kota; Sepi Menolak Hidup
Puntung-puntung rokok bunuh diri
setelah kebenaran hanya sekedar angka.
Kursi-kursi tua menggigil
kedinginan. Orang-orang datang mengatur nafas
lalu kembali merelakan tubuhnya pada pelukan kebisingan, di antara
teriakan hak sepatu wedges yang dilalui kaki-kaki berjenjang.
Kini kata-kata diolok-olok lampu jalanan. Di hadapan reklame kebugaran dan pelayan-pelayan toko yang selalu segar, surga telah benar-benar nyata setelah dibangun manusia-manusia super.
Sebab kepulangan kita pada kota, adalah alasan paling nyata. Tentang kita yang tak menyukai kesunyian, tentang kita yang tak ingin lama-lama bersinggungan dengan sepi.
Lalu di mana kita menemukan damai?
Kita kembali ke masjid, buku dan
gunung.
Tempat Tuhan benar-benar ada, sedekat nadi manusia.
Gowa, 2022
Tempat Tuhan benar-benar ada, sedekat nadi manusia.
Samar
Sejenak melihat segala hal
paling asing
Mengeja wajah-wajah sederhana
yang mulai terkubur dalam tanah kebebasan
Semua yang palsu datang
menyergap
Mencungkil mata-mata kepala
Setiap langkah berlarian
Mengejar segala pengakuan
Kesunyian adalah samar pada
wajah orang-orang
Entah punggung mereka yang tak
mau berseberangan
Perbedaan adalah kesepian yang
dikucilkan
Aku kehabisan udara
Mereka menatapku dengan mata
paling tajam
Tuhan, aku sendirian
Maukah kau menjadi temanku?
Pulo Bembe, 2022
Kepadamu Yang Maha Tenang
Malam meninggi
Bintang-bintang tertidur di langit-langit semesta
Kesunyian semakin merekatkan pelukannya
Rindu berlarian di kepala yang mati suri menunggu sebuah kedatangan
Aku telah kehilangan tempat di
tengah-tengah kerumunan yang sesak oleh rupa-rupa
Keseragaman yang selalu berwajah sinis
Orang-orang melihat perbedaan dengan mulut mencibir merendah
Sertakan aku, kesepian
Di tubuhmu aku akan mendengkur halus
Aku tidak ingin tergesa-gesa pada waktu
Aku ingin menghisap kedamaian pada jiwa paling tenang
Sertakan aku, kesepian
Lampirkan aku di silabusmu
Biarkan aku menikmati empat belas pagi kali ini
Gowa, 2022
Bintang-bintang tertidur di langit-langit semesta
Kesunyian semakin merekatkan pelukannya
Rindu berlarian di kepala yang mati suri menunggu sebuah kedatangan
Keseragaman yang selalu berwajah sinis
Orang-orang melihat perbedaan dengan mulut mencibir merendah
Di tubuhmu aku akan mendengkur halus
Aku tidak ingin tergesa-gesa pada waktu
Aku ingin menghisap kedamaian pada jiwa paling tenang
Lampirkan aku di silabusmu
Biarkan aku menikmati empat belas pagi kali ini
Penulis: HarsandiPratama Putra
0 Komentar