Sastra
Red Velvet Terakhir
Idelando.com-Waktu menunjuk pukul 09.00, keningku berpeluh, setelah Mak Djenar tetangga sebelah mengatakan bahwa tiga jam yang lalu ada yang datang mengaku ingin bertemu denganku. Salah satu mata anak-anak itu tak bisa berbohong, merasa terkejut seperti ada yang tak enak di hati. “Apa dia menunggu saya?”
“Tidak,
mbak!” kata mereka sambil menyembunyikan sebuah bola takraw di punggungnya.
Kemudian,
aku pun mengintip pesan melalui Whatsapp dan telegram namun tak ada notif yang
masuk kecuali diskon tahun baru yang membuncah layar gawai.
Hyura! Si penyuka red velvet dan
buku trilogi kemarin sore, hahahahahahaha.
“Tapi
ga mungkin sih kalau dia datang tanpa mengirim SMS dulu” pikirku.
Akhir-akhir
ini banyak hal yang mesti dilakukan namun Hyura sama sekali tak mempertanyakan
agenda apa dan apa pun yang biasa dilakukan dua perawan jomblo di malam minggu. Ia
yang selalu lebih dulu tahu buku-buku best seller yang seksi dan hot, kemudian
yang selalu menyebutkan nama-nama pemikir yang bahkan saya tak mengerti siapa dan
dia adalah penasihat terbaik meskipun kadang tawanya itu untuk menertawakan
kesedihan.
“Iya sayang?”
Terakhir
kali ia menelpon pacarnya saat kami nongki di sebuah kafe dekat kampus dan tak
ada yang aneh setelah kami pulang.
“Kan
sudah kuberi tahu, jangan percaya sama omongannya!”
“Tapi,
Fel dia udah janji kok!” ujarnya.
“Terus
lo percaya gitu aja, lawak banget, pliss deh jangan jadiin hati kayak badut di
sirkus yang menghibur orang lain tapi diri sendiri sakit” ucapku dengan nada
meninggi.
“Aduh,
Fellisa cantikkk, ga usa khawatir tsay aku bisa kok jaga diri!” kata Hyura setelah
aku mengantarnya ke sebuah tempat.
Mata-mata
bersungut, bibir merah jambu, ikat rambut abu-abu terakhir yang dikenakannya
sebelum aku menurunkan Hyura di sebuah hotel bintang tiga yang tak cukup
menawan.
Bulan ini nyaris tak memberikan senyuman
di bibirnya, bahkan sebuket bunga yang seharusnya ia bawakan di hari wisudaku,
seperti batu-batu patah hati yang tumbuh di antara ilalang mati kemudian tanpa
disadari ilalang itu tak mampu digapai lagi. Dan menjadi hamparan debu yang
menanti disemai. Andai saja ia mendengarkan saya dulu untuk menunggu setelah
wisuda mungkin misteri ini tak akan jadi serumit sekarang.
“Red
Velvet ya Fel!”
“Oke
siap.” riwayat pesan terakhir kami setelah sidang semalaman dengan pikiran dan
ketidakpercayaan akan sesuatu yang menimpa.
“Paket!!!!”
seseorang mengetuk pintu kost-an ku dua hari lalu dengan sangat nyaring sontak
membuatku terpental dari kasur.
Pria
berkumis memberikan sebuah paket yang dikirim dari Solo kepadaku setelah
kucermati ini semua salahku meninggalkannya ke Surabaya, padahal sudah
kupastikan pulang dan tak lama, namun
Tuhan berkehendak lain
Fel, makasih udah go-food in red velvet kesukaan aku, makasih ya for
everything and time wasted on me. Lu bener Fel, Cowo itu brengsek andai gua
nurutin yang lo bilang ini semua gak akan terjadi! Red velvet ini terakhir dan yang
akan mengakhiri kok aku ga akan ngrepoti lu lagi buat beliin minuman ini lagi
and gua ke kost-an lu dan ternyata lu udah di Surabaya.
Hyura.
(sebuah surat kecil yang ia selipkan di antara tas dior yang sengaja ia kirim
sebagai janji di hari kelulusanku)
Tak
ada kata-kata yang bisa lagi dirangkai dari pikiran selain kejanggalan dan
ketidaktahuan yang tak berujung, menyesal? Dan kehilangan dua-duanya menjadi
begitu berat untuk kembalikan segalanya. Saya tidak bisa menentukan pilihan seseorang yang telah bersama saya semenjak SMA itu yang kini menjadi bangku kosong
meskipun ada banyak teman memberikan bangku tambahan, Hyura satu-satunya
perempuan yang spesial, benar-benar sayang hidupnya harus diakhiri persoalan
hati dan misteri sianida yang bahkan aku tak pernah berpikir dia akan pergi
secepat ini apalagi meninggalkan teka-teki yang masih membumbung di hati.
“Permisi
mbak! Boleh saya bawa gelas kosong ini?” seorang waiters yang membuyarkan
lamunku datang membawa nampan dan kain lap di tangannya
“Tapi
saya sedang menunggu seseorang!” ujarku.
“Siapa?”
“Kenangan!”
Hah?
Jelas ia tak mengerti, aku saja tak mengerti dengan keadaan yang terjadi.
“Lalu,
red velvet yang kau pesan ini untuk siapa?”
“Untuk
waktu!”
Penulis: Inez Syawalytrie F
Editor : Taty Hartanti
0 Komentar