Sastra
Huni Amigdala-Puisi-puisi Vania Kharizma
huni amigdala
seusai renung berlaun hening malam,
mangsi-mangsi tak jua mencatatkan dirimu
sedari senja menanam jingga di langit timur
& kau bahkan menghuni dalam amigdala;
dalam petang yang tak mengenal temaram
atau segenap cuaca yang tak pernah mengerti
bagaimana payung meratapi musim kemarau
sebab genggamnya tak juga kau taut
begitu lama
hingga menggigil sudah lengan-lengan
bergulung untai suaka laba bersarang di sana
menjelma rumah-rumah rindu tak bertuan
di mana cengkerama ialah panen reminisensi
dan solekmu cuma membiru di album
begitu lama
dalam amigdala terangkum sudah
pwisy-pwisy mengenai harmoni ludah
yang kau cekat & tak sempat kau cerna
sebab sanjung dari hati ialah ketabahan
mengenai mafhum solekmu
yang begitu nirmakna
mangsi-mangsi tak jua mencatatkan dirimu
sedari senja menanam jingga di langit timur
& kau bahkan menghuni dalam amigdala;
dalam petang yang tak mengenal temaram
atau segenap cuaca yang tak pernah mengerti
bagaimana payung meratapi musim kemarau
sebab genggamnya tak juga kau taut
begitu lama
hingga menggigil sudah lengan-lengan
bergulung untai suaka laba bersarang di sana
menjelma rumah-rumah rindu tak bertuan
di mana cengkerama ialah panen reminisensi
dan solekmu cuma membiru di album
begitu lama
dalam amigdala terangkum sudah
pwisy-pwisy mengenai harmoni ludah
yang kau cekat & tak sempat kau cerna
sebab sanjung dari hati ialah ketabahan
mengenai mafhum solekmu
yang begitu nirmakna
Solo, preambul 2022
masih tentang amigdala
semenjak alot ketuat emosi kau kunyahberkutat begitu sudi dalam engah yang payah
di naung rindang separuh baskara
mereka menguntit anak-anak yang konon
(ujar tetangga)
tunawisma, sebab gubuknya dipalang kuning
yang cuma jerumun diblokade tamak orkay
memalsukan iming dalam mata yang terpicing
& kepala yang miring
seperti menggiring sapi di musim kurban
merekam habis digitalisasi lara yang esok
tak 'kan wafat menjadi bahan melepaskan cerita
& segenap warta yang mesti disaksikan
anak-anak tunanetra
cuma rungu yang masihlah bertelut
sujud menengadah muara-muara votum
& ingar jejak yang kian lenyap
dilahap gaduh klakson mercedes benz
atau sirene yang sibuk melarikan
manusia-manusia patah hati
sebab seluruhnya maha purna
terekam sudah
dalam semayam bising jemala
separuh baskara menghilang sudah
tinggal amigdala merangkai kronik
dalam sebuket ingatan pahit
Solo, preambul 2022
nada amigdala
mereka menamaiku najasah
yang penuh rombeng cerca sekujur tubuh
kini rapuh menyempurnakan gurat lara
yang bersusah-payahmeramalkan kematian
& melacur pada geming nayam nestapa
melagukan balada-balada negeri asing
yang aku pun dungu menerjemahkan
yang aku pun keram mengidungkan
sebab di sanalah awan-awan
menggantungkan hoskut kerelaan
kukenakan di malam pualam
menyanyikan balada puan
sebab wanita ialah ibu bumi
& amigdala menaruh hormat
dalam himne penakziman
yang penuh rombeng cerca sekujur tubuh
kini rapuh menyempurnakan gurat lara
yang bersusah-payahmeramalkan kematian
& melacur pada geming nayam nestapa
melagukan balada-balada negeri asing
yang aku pun dungu menerjemahkan
yang aku pun keram mengidungkan
sebab di sanalah awan-awan
menggantungkan hoskut kerelaan
kukenakan di malam pualam
menyanyikan balada puan
sebab wanita ialah ibu bumi
& amigdala menaruh hormat
dalam himne penakziman
Solo, preambul 2022
Penulis : Vania Kharizma
Editor : Taty Hartanti
Ilustrator: Rudi Herwanto
0 Komentar