Gadis Kecil yang Ingin Melihat Dunia
***
Ia terlihat sangat serius memperhatikan lembaran-lembaran uang yang ia sendiri tak tahu persis jumlahnya. Lembaran uang itu ia peroleh setelah seharian nongol di pintu masuk toko. Sambil menenteng kaleng berkarat.
Siang itu, beberapa bocah lelaki seumurannya datang mendekat kearahnya. Mereka jalan berangkulan. Sesampai di tempat ia duduk, bocah-bocah itu berbuat kurang ajar. Salah seorang dari antara mereka merebut lembaran-lembaran uang yang dipegangnya lalu berlari meninggalkannya.
Ia tak dapat berbuat banyak. Untuk kesekian kalinya ia harus menangis. Mengais lebih banyak kasih sebelum akhirnya kembali mengucap terima kasih. Orang-orang yang menyaksikan kejadian itu turut prihatin.
Mereka tak sekadar menggelengkan kepala. Banyak di antara mereka yang mendekati gadis kecil itu. Memberinya uang seadanya. Dan memang benar. Gadis kecil itu berhasil mengais kasih. Ia mengucap terima kasih sedalam kasih yang ia terima.
Ketika hari semakin siang, gadis kecil itu tak lagi berkuasa menahan lapar. Dibawanya kaleng berkarat berisi uang receh itu kepada perempuan paruh baya yang berada tak jauh darinya.
Lalu ia menyerahkan semua uang yang terdapat dalam kaleng berkarat yang ia tenteng. Perempuan paruh baya itu akan menyerahkan sebungkus nasi dengan lauk seadanya. Sesuai dengan jumlah uang yang diberikan si gadis kecil itu.
Dengan amat bahagia, gadis itu akan kembali ke tempat tinggalnya. Bersembunyi di antara tumpukan-tumpukan kardus bekas di bawah tangga toko itu. Ia langsung membuka bungkusan nasi yang didapatnya dari Oma Minah.
Oma Minah, begitu ia menyapa perempuan paruh baya itu, adalah satu-satunya pemilik warung yang selalu setia melayaninya. Oma Minah melayaninya setiap hari. Bahkan setiap ia merasa lapar.
Tidak ada yang pernah melihat ia ketika sedang makan. Makan baginya menjadi semacam urusan pribadi yang tak perlu diketahui banyak orang. Kecuali Oma Minah. Mungkin Oma Minah menjadi satu-satunya orang yang pernah melihat ia ketika sedang makan.
Itu karena Oma Minah acapkali mengajaknya makan di warung. Gadis kecil itu merasa sangat bahagia ketika berkesempatan makan di warung milik oma Minah. Ia akan mengucap terima kasih hingga berkali-kali kepada Oma Minah sebelum meninggalkan warung Oma Minah.
***
Pada suatu siang yang panasnya begitu-begitu saja, gadis kecil itu berjalan menyusuri trotoar di samping toko. Ia memungut lembaran serta buku apa saja yang ia temukan dalam perjalanannya itu.
Setelah banyak yang terkumpul, gadis kecil itu akan kembali ke tempat tinggalnya. Memungut lembaran buku adalah hal yang ia lakukan ketika hari Minggu. Ia memang tahu. Hari Minggu adalah hari libur. Anak-anak sekolah tidak ada yang melintas di depan toko itu. Trotoar di samping toko menjadi sedikit sepi ketika hari Minggu.
Itulah mengapa ia melakukan hal itu tepat ketika hari Minggu. Agar tidak banyak anak-anak yang menertawakannya. Agar tidak banyak anak-anak yang mengusik keseruan dunianya.
“Apa yang sedang engkau kerjakan?” seru oma Minah dari dalam warungnya ketika melihat gadis itu sibuk memungut lembaran buku yang tercecer di trotoar depan warung. Gadis itu hanya tersenyum ketika ditanya demikian. Ia bergegas meninggalkan trotoar depan warung oma Minah dan kembali ke tempatnya.
Lembaran-lembaran buku yang berhasil ia pungut dikumpulkannya dibagian kepalanya. Lembaran itu seperti dijadikan bantal. Tetapi lembaran itu tidak dijadikannya bantal. Ia memang sengaja meletakkan lembaran-lembaran itu di bagian kepalanya. Entah apa yang ia maksudkan dengan berbuat demikian.
Orang-orang mulai menanyakan keberadaan gadis kecil itu. Ia tidak lagi nongol di tempat biasanya. Tumpukan kardus di bawah tangga toko itu juga sudah tidak kelihatan lagi. Jejak gadis kecil itu hampir tidak ada yang tersisa.
Sejak pemilik toko memerintahkan para karyawannya untuk membersihkan tumpukkan kardus di bawah tangga, gadis kecil itu seperti kehilangan rumah. Ia seperti burung yang terpaksa meninggalkan sarangnya. Gadis kecil itu hilang mendadak.
Tidak ada yang tahu persis keberadaannya sekarang. Belakangan orang tahu kalau gadis kecil itu sebenarnya ingin melihat dunia. Itu sebabnya ia menumpukkan lembaran-lembaran buku di bagian kepalanya. Berharap ada ilmu yang berhasil menerobos masuk ke dalam otaknya ketika malam. Ketika ia terlelap.
Penulis: Aprianus Defal Deriano Bagung. Seorang pelajar yang sangat menggemari dunia sastra. Apri Bagung (demikian sapaan akrabnya), lahir pada 03 April 2004. Ia aktif menulis di berbagai media online lokal. Beberapa tulisannnya (opini, cerpen dan puisi) telah dimuat di beberapa media online lokal seperti Natas Labar.com, Voxntt.com dan Ngkiong.com. Membaca dan menulis adalah kegiatan yang paling digemarinya selain berolahraga. Apri Bagung dapat dihubungi melalui akun medsos Apri Bagung (Facebook) dan defalderiano_(instagram)
0 Komentar